Selain Mengecam, PWI Lampung Juga Menilai Tindakan Kepala Tiyuh Kibang Budijaya Salah Kaprah Sebut UU Tak Berlaku di Desanya - BERANTAS SUMSEL

Breaking

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 22 September 2019

Selain Mengecam, PWI Lampung Juga Menilai Tindakan Kepala Tiyuh Kibang Budijaya Salah Kaprah Sebut UU Tak Berlaku di Desanya


TUBABA, BS.COM - Tindakan intimidasi dan disertai pengancaman yang dilakukan Kepala Tiyuh Kibang Budijaya, Kecamatan Lambu Kibang, Kabupaten Tubaba, terhadap awak media, beberapa hari lalu, terus mengundang reaksi dan disesalkan banyak pihak.

Salah satunya, PWI Lampung. Melalui Juniardi SIP, MH, Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung menyatakan sangat menyesalkan sikap yang ditunjukan Kepala Tiyuh tersebut saat dikonfirmasi wartawan.
“Jika benar itu yang terjadi, dan apa yang disampaikan oknum kepala desa itu, sangat disayangkan masih ada oknum kepala desa yang berpikirnya bukan seperti pimpinan di desanya. Realisasi Dana Desa (DD) Tiyuh Kibang Budijaya bukan rahasia,” ujar Juniardi, saat ditemui akhir pekan kemarin.

Menurut dia, ancaman yang dilontarkannya dengan cara akan mengumpulkan massa untuk menghadapi wartawan yang mau wawancara itu adalah bentuk intimidasi, dan upaya menghambat kerja wartawan. Tindakan itu dinilainya sangat tidak patut dilakukan apalagi dengan bahasa yang tidak menunjukkan sebagai pimpinan meski hanya sebagai kepala desa.

Seharusnya, sambung Juniardi, sebagai kepala desa, seorang pejabat di desanya, punya kewajiban untuk melaksanakan roda pemerintahan desa secara transparan dan akutabel.
“Dan undang-undang di republik ini berlaku untuk seluruh warga negara di Indonesia, termasuk di desa itu. Jadi salah kaprah jika mengatakan undang-undang tidak berlaku di desanya,” tandas Juniardi.
“Anggaran dana desa itu justru wajib disampaikan kepada publik, termasuk kepada pers, agar terlihat kinerjanya kepada masyarakat, bukan untuk insfektorat saja. Insfektorat, Pemda itu atasan secara internal di pemerintahan dalam administrasi negara, desa itukan bagian dari negara,” tambahnya.

Juniardi mengatakan, adanya bentuk tindakan intimidasi terhadap jurnalis itu sangat memprihatinkan, karena intimidasi aparat desa terhadap jurnalis membahayakan demokrasi.
“Dan ancaman-ancaman oleh aparatur itu adalah prilaku kebodohan,” tandas mantan Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung ini.

Bahkan terhadap aparat keamanan saja, sambung dia, telah ada MoU (perjanjian kerjasama) antara Dewan Pers dan Polri dengan Nomor : 2/DP/MoU/II/2017 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan, yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetya, kala itu dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, pada Kamis (9/2/2017), di Ambon, dan berlaku lima tahun.

Kemudian lebih jauh Juniardi menyebutkan, bunyi pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyatakan dalam menjalankan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum.

Tak hanya itu, ia melanjutkan bagi pelaku kekerasan terhadap jurnalis diancam hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
“Merujuk pada KUHP dan Pasal 18 UU Pers, pelaku kekerasan terhadap jurnalis terancam hukuman dua tahun penjara atau denda Rp 500 juta,” tegasnya.

Terakhir, Juniardi juga mengingatkan kepada wartawan agar bekerja sesuai dengan kaidah jurnalistik dan menjaga kode etik.
“Sebelum jadi berita, wartawan perlu mencari dan memperoleh informasi-informasi yang bisa digali, serta memiliki bukti, dan memperoleh sebuah fakta penting dari suatu wawancara. Wartawan wajib menemukan sumber yang kredibel dan dapat dipercaya dengan informasi yang sangat akurat. Dan Wartawan dapat melakukan wawancara dengan orang yang ditemui di jalan untuk meminta pendapat tentang masalah atau kondisi tertentu,” pungkasnya pria tersebut. (Red)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad

Responsive Ads Here